
Oleh: KH. Hilmi Aminuddin, Lc
Masuk dalam lingkaran kekuasaan adalah bagian penting dari misi dakwah. Allah SWT berfirman:
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ  يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا …. (الأنعام :٩٢)
Inilah Kitab (alquran) yang Kami turunkan; yang diberkahi;  membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu  memberi peringatan kepada (penduduk) ummul Qura (Mekah) dan orang-orang  yang di luar lingkungannya.
Dalam ayat ini disebutkan kalimat Walitundzira ummal qura: ‘agar kamu memberi peringatan kepada ummal qura’. Ummal Qura arti harfiahnya adalah ibukota atau penduduk ibukota. Wa man haulahaa dan sekitar ibukota. Di dalam kitab tafsir disebutkan bahwa ummal qura’ itu haitsu yaskunuu fiihaa al-qadaatul muttaba’uun, dimana tinggal disana para pemimpin yang diikuti. Ini artinya Ibukota adalah pusat kekuasaan, pusat perubahan, dan pusat pengambil keputusan.
Dakwah harus walitundzira ummal quraa’ agar dapat mempengaruhi pusat  kekuasaan dan pusat perubahan, serta men-shibghah (mewarnai) pusat-pusat  pengambil keputusan. Kenapa mesti demikian? Jawabannya adalah karena  Islam menginginkan perubahan yang sistemik bukan perubahan yang parsial  dan tambal sulam.  Jika kita menjauhi atau bahkan membenci perjuangan  dakwah menuju pusat kekuasaan, pusat perubahan dan pusat pengambil  keputusan. Kita akan menjadi umat yang termarginalkan, tersisih, tidak  berperan, dan tidak diperhitungkan. Umat hanya akan menjadi komoditi  nonmigas di saat-saat pemilu dan pilkada, dan tidak menjadi umat yang  menentukan perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kondisi seperti ini perubahan sistemik tidak akan terjadi;  betapapun rajinnya kita bekerja keras di tengah-tengah kaum  fuqoro’ dan  masaakin yang  termarginalkan itu; betapapun kita kerja keras di  tengah-tengah komunitas-komunitas yang tersisihkan. Gerak langkah  perjuangan dakwah kita harus mencapai ummal qura’. Sehingga muara alur  perjuangan di tengah-tengah rakyat dan di tengah-tengah pusat kekuasaan  bertemu. Untuk menghasilkan perubahan dan pembaharuan yang sistemik,   yang Insya Allah bermanfaat bagi semua.
Dalam ayat lain surat al-qashash ayat 59, disebutkan hal yang sama:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا (القصص :٥٩)
Dan tidak sekali-kali Allah tuhanmu Rabb-Mu membinasakan suatu negeri  sehingga di ibukotanya dibangkitkan seorang rasul yang membacakan  ayat-ayat Kami.
Pengiriman Rasul sudah diakhiri dengan Muhammad SAW, akhirul anbiyaa’  wal mursalin. Tapi misi kerasulan tetap berjalan diwarisi oleh umatnya.  Dan mudah-mudahan kita semua diakui oleh Allah SWT sebagai waratsatul  anbiyaa ‘ wal mursalin. Yang mengemban risalah Islamiyah. Bukan hanya di  tengah-tengah masyarakat, tapi juga fii ummiha.  Yatluu ‘alaihim  aayaatinaa di pusat-pusat kekuasaan, pusat kekuatan, pusat perubahan dan  pusat pengambil keputusan.
Kita –yatluu ‘alaihim aayaatinaa- membacakan ayat-ayat Allah;  menyampaikan hidayah Allah, menyampaikan hidayah rasulullah.  Sehingga  Insya Allah bangsa dan Negara ini bisa berubah secara substantive, bisa  berubah secara sistemik.
Kader Dakwah & Lembaga Legislatif
Kader dakwah harus masuk ke lembaga legislatif, walaupun ia tahu  isinya macam-macam orang, macam-macam kepentingan, macam-macam ideologi,  macam-macam kelakuan. Lembaga ini hendaknya dijadikan laboratorium  pengembangan diri kader dakwah untuk menjadi rijalud daulah; menjadi  negarawan dan negarawati.
PERAN ADVOAKSI
Selain itu, di lembaga legislatif kader dakwah hendaknya mempunyai  peran advokasi; membela kepentingan rakyat, kepentingan dakwah, dan  kepentingan umat. Mereka harus menjadi payung politik bagi seluruh  aktivitas keislaman yang dilakukan oleh jama’ah, partai, ormas, dan  yayasan manapun.  Jangan pilih-pilih ormas ini – ormas itu, madzhab ini-  madzhab itu, kecuali yang disepakati oleh ahli sunnah wal jama’ah  sebagai kelompok yang sesat.
PERAN PENTERJEMAH 
Kader dakwah di lembaga legislatif juga memiliki peran sebagai  penterjemah. Sebagaimana kita ketahui, aturan-aturan, produk-produk  legislative, undang-undang dasar, perundang-undangan, dan perda-perda,  biasanya menggunakan kalimat-kalimat umum. Maka disinilah kader dakwah  berperan menerjemahkan kalimat-kalimat umum itu  untuk kepentingan Islam  dan muslimin! Terjemahkanlah untuk kepentingan umat! Terjemahkanlah  untuk kepentingan dlu’afa! Para kader dakwah harus menjadi mutarjimun  ijaabiyyun (penterjemah positif) dari undang-undang, perda, dan  produk-produk legislasi.
PERAN IRON STOCK 
Berikutnya, para kader dakwah harus berperan sebagai iron stock dari  umat ini. Kita membutuhkan kader-kader negarawan-negarawati yang siap  mengelola supra struktur dan infra struktur Negara.  Kita butuh  kader-kader perjuangan Islam ini di semua level penyelenggara Negara.  Para kader dakwah harus menjadi yang paling terdepan.
PERAN INVESTIGATIVE 
Terakhir yang harus dicamkan para kader dakwah di lembaga legislatif  adalah bahwa mereka memiliki peran investigative. Mata dan telinga  mereka harus  melihat dan mendengar lebih banyak tentang kehidupan  berbangsa dan bernegara dibanding kader dakwah yang berada di luar. Gali  inforamasi, kenali sikap, agenda-agenda, juga kemungkinan adanya  konspirasi-konspirasi  yang akan merusak kehidupan berbangsa dan  bernegara; merusak Islam dan muslimin, merusak dakwah atau mengancam  dakwah.
*)Sumber : BeritaPKS.com 
Posting Komentar
Masukan komentar di kolom ini. Saran anda sangat bermanfaat.
Hari gini nggak ikut TARBIYAH, Kontak kami segera via email di : pksdonggala@yahoo.co.id atau sms ke (+62852410 71237)