Latest Post
18.8.11
[AKU] Ingin Jadi Bupati
Written By Unknown on 18.8.11 | 18.8.11
ABD. RASYID, A.Md
|
Donggala-Pilkada Donggala masihlah lama… namun
baliho bertebaran sudah… ungkapan ini sering terdengar di setiap pertemuan
beberapa orang di wilayah Kabupaten Donggala. Ada bernada sinis, sindirian
halus hingga nada dukung-mendukung, hal ini tentu bukanlah salah apalagi
musibah. Justru sebaliknya patut mendapat apresiasi positif dari kehendak anak
daerah yang berkeinginan untuk memperbaiki daerahnya.
Keinginan
dan kehendak tersebut sudah menjadi tuntutan fitrawi, di mana subjektivitas
diri yang merasa pantas untuk menjadi pemimpin merupakan Hak Asasi yang tidak
bisa dikungkung apalagi di larang. Sedangkan dalam sejarah kenabian pun
kehendak untuk meminta jabatan mendapat tempat yang terakui dalam kitab suci.
Lihat saja di dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 55 Dia (Yusuf) berkata : “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (mesir);
karena susungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan”.
Namun
demikian, pengakuan kehendak ini tidaklah dilihat secara sepenggal tetapi harus
dilihat secara utuh dan menyuluruh. Utuh dalam hal pemenuhan
syarat-syarat yang pantas untuk memimpin dan menyeluruh dalam hal proses
hidup yang dialami hingga layak untuk meminta jabatan. Oleh karena itu untuk
melihat secara utuh dan menyeluruh maka syarat-syarat yang dipenuhi hingga sosok
nabi Yusuf pantas untuk meminta jabatan adalah :
Pertama kebaikan
dan kebenaran nabi Yusuf, di mana nabi Yusuf mampu menakwilkan mimpi
(memprediksi, merumuskan, merencanakan program dan agenda kerja masa depan) yang
tepat dan akurat sehingga mesir terhindar dari krisis besar. Kedua
Kejujuran dan Akhlaq mulia, di mana nabi Yusuf mampu menjaga kehormatan
diri dengan tidak tergoda oleh rayuan wanita (istri majikannya) hingga ia rela
untuk memilih hukuman/penjara. Ketiga bertakwa dan bersabar, kisah
nabi Yusuf menggambarkan proses hidup yang berliku, dikhianati saudara sendiri,
dipisahkan dari orang tua, diperjual-belikan sebagai budak, hingga masuk dalam
penjara selama beberapa tahun, namun dikarenakan ketakwaan yang tinggi kepada
Tuhan-Nya maka proses hidup tersebut diterimanya dengan kesabaran &
ketakwaan. Keempat Pemaaf, dan memberi pelajaran sebagai hukuman bukan atas
dasar rasa dendam. Di akhir kisahnya,
nabi Yusuf diceritakan memberi pelajaran kepada saudaranya agar memahami akibat
dari perbuatan jahat yang telah mereka lakukan, dan setelah itu memberi maaf
yang seluas-luasnya demi menyambung kembali tali persaudaraan yang telah lama
terpisah.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka patutlah kiranya kisah nabi Yusuf dijadikan sebagai
dasar awal untuk melakukan perenungan terhadap kehendak meminta jabatan/menjadi
pemimpin baik sebagai calon pemimpin (bupati/wakil bupati dsb) maupun sebagai
masyarakat pemilih yang akan memilih pemimpin. Adapun pertanyaan yang dapat dijadikan
sebagai bahan renungan adalah :
1.
Sudahkah
terumuskan dengan jelas dan terperinci agenda kerja yang ditawarkan oleh sang
Calon? Masyarakat umum sudah mengetahui bahwa ketepatan dan keakuratan program
pemimpin bukan terlihat dari slogan dan semboyan semata melainkan bukti dan
fakta. Jadi kebenaran seorang calon pemimpin dapat dilihat dari kerja nyata dan
sering berkata benar, bukan janji apalagi sering berkata dusta (lain kata lain
perbuatan) -Silahkan menilai rakam jejak
sang calon yang muncul-
2.
Dapatkah
sang calon terhindar dari godaan harta, tahta dan wanita? Pertanyaan ini
merupakan hal yang mendasar dikarenakan motivasi dan dorongan duniawi terkhusus
wanita selalu menjadi faktor penentu kegagalan seorang pemimpin. Apalagi untuk
konteks zaman ini sosok wanita sudah menjadi bahan komoditas untuk meloloskan
kepentingan-kepentingan tertentu, wanita menjadi pelobi handal yang mampu
menggoyahkan integritas pemimpin –Silahkan
lihat sepak terjang sang calon-
3.
Sejauhmana
aspek keshalehan sang calon yang muncul? Bagaimanapun aspek keshalehan adalah
salah satu indikator memilih pemimpin, yang lebih lanjut secara personal keshalehan
sang calon mesti pula berdimensi sosial. Di mana ukuran keshalehan sang calon
dapat dilihat dari kedekatannya dengan keluarganya, tetangga, dan tingkat
kepeduliaanya dengan masyarakat, serta rutinitas ibadah yang tak pernah putus –
Ketahui secara detil kehidupan
sehari-hari sang calon - .
4.
Dapatkan
sang calon menyanjung atau memuji saingan politiknya? Nah, hal ini terkadang sering
terjadi di mana kompetisi memperebutkan jabatan sering diiringi dengan blac campaign (kampanye hitam) saling
hujat, saling serang, mencari kelemahan, fitnah merajalela, dan menghalalkan
segala cara. – perhatikan setiap kata dan
perbuatan sang calon -.
Akhirnya
setelah melakukan perenungan tersebut di atas dan bersandar pada
sejarah-sejarah yang pernah ada, maka tidak ada salahnya untuk mempersilahkan
setiap orang berkeinginan dan memprokalmirkan diri bahwa: “(AKU) Ingin Menjadi
Bupati”, namun dengan catatan siap pula untuk berkaca diri atas kapasitas yang
dimiliki. Disamping itu haruslah selalu diingat bahwa Tuhan memberikan
kekuasaan kepada siapa yang dikehendakinya.
Oleh
karena itu setalah nantinya mendapatkan kekuasaan/jabatan janganlah lupa untuk
berseru dan berkata “Tuhanku,
sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaanmu dan
telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. Wahai Tuhan pencipta langit
dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam
keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh”. (Q.S. Yusuf :
101).
Wallahu a’lam bisshawab.
Label:
Opini,
Pemilukada,
Pemimpin,
Pemuda
15.8.11
(Dimana) dan (Kemana) Pemuda Donggala ???
Written By Unknown on 15.8.11 | 15.8.11
ABD.
RASYID, A.Md
|
Donggala - Momen peringatan kelahiran
Kabupaten Donggala tahun ini terasa lain dari tahun sebelumnya, hingar-bingar
pesta seromoni seolah teredam oleh kekhusyuan bulan Ramadhan. Setidaknya hal
ini memberi berkah sekaligus Ibroh (pelajaran)
yang sangat besar bagi segenap komponen daerah baik pemda maupun masyarakat
untuk secara bersama melakukan perenungan yang jernih guna menatap masa depan
yang lebih baik.
Tahun ini dua perayaan baik HUT
Kabupaten Donggala maupun HUT Kemerdekaan RI terangkum dalam satu momen
Ramdhan, yang berarti secercah harapan untuk manatap masa depan dapat terwujud
karena grafik ukhuwah lagi meningkat dan kepentingan golongan lebur menjadi
satu. Hal ini menjadi modal yang baik untuk sesegera mungkin mengurai satu demi
satu persoalan yang melilit agar dapat membuat Donggala semakin melejit.
Salah satu hal yang patut
menjadi perhatian serius adalah posisi dan peran pemuda di dalam pembangunan
daerah. Hal ini menjadi penting karena untuk menatap masa depan yang lebih baik
maka syarat utama yang harus dimiliki adalah kemampuan melakukan sintesa-kreatif antara etos masa lalu
(sejarah) dan etos kekinian. Etos masa lalu yang dimaksud adalah semangat yang
melekat pada masa tertentu (sejarah) yang menjadi landasan gerak perkembangan
selanjutnya. Sedangkan etos kekinian adalah semangat yang melekat hari ini
akibat tantangan zaman yang dihadapi.
Jadi singkatnya keberhasilan menatap
masa depan sangat bergantung pada penyikapan terhadap sejarah (masa lalu)
dengan penyikapan kondisi hari ini. Perayaan dan peringatan masa lalu (baik
Ultah/HUT) tidak harus berhenti pada perayaan seremonial belaka, melainkan
dilanjutkan dengan penyikapan secara utuh dan menyeluruh, terprogram dan
terencana serta berani melakukan instropeksi diri. Sehingga berdasarkan hal ini
maka selayaknyalah jika menempatkan peringatan dan perayaan HUT kali ini sedikit memberi perhatian lebih terhadap peran
dan posisi pemuda. Seluruh fakta sejarah telah membuktikan bahwa peran pemuda sangat besar di
dalam sejarah berdirinya sebuah bangsa dan budaya.
Pemuda sangat identik dengan
etos (semangat) berbuat dan bekerja. Sehingga seharusnya hal ini menjadi modal
yang begitu besar di dalam menggerakkan laju pembangunan. Seluruh energi sebaiknya
dikerahkan untuk memacu adrenalin pemuda
agar maju dan berbuat. Bukan malah sebaliknya dimatikan dan dibiarkan tidak
terarah. Disinilah peran Pemda dan masyarakat yang dituntut untuk dapat
merumuskan dan memiliki program terencana dan dapat diukur dalam melakukan
pemerdayaan kepemudaan.
Kondisi kepemudaan untuk
konteks Donggala dapat dibagi beberapa golongan. Pertama golongan pelajar, di mana dikarenakan kampus/universitas
tidak dimiliki di Kabupaten Donggala maka aktivitas golongan ini terasa jauh
dari jangkauan dan kondisi daerah mereka, sehingga mayoritas potensi dari
golongan ini kurang terserap oleh daerah dan bahkan ironinya perhatian Pemda
untuk golongan ini baik melalui jalur beasiswa juga kurang terperhatikan. Kedua golongan pemuda pekerja, golongan
ini didominasi akibat ketidakmampuan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi dan faktor kemiskinan, golongan pemuda ini pun masih kurang tersentuh
penanganannya. Dan yang ketiga adalah golongan pemuda yang aktif di ormas dan
orsospol, golongan ini sudah melakukan pemberdayaan diri namun terkadang masih
terjebak pada tradisi pragmatisme karena pemberdayaannya masih sangat
bergantung pada pemanfaatan kepentingan tertentu.
Dari hal ini seharusnya ada
upaya terperinci untuk melakukan pemberdayaan pemuda disemua golongan,
pemberdayaan pemuda ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah
kejelasan target dan tujuan serta program pemberdayaan pemuda bagi instansi
yang berwenang menangani masalah ini, berikutnya adalah peran masyarakat yang
harus menempatkan pemuda pada posisi penting sebagai estafet perjuangan bangsa
bukan sebaliknya hanya sebagai sarana pemanfaatan terhadap kepentingan pribadi
dan golongan. Pemuda sesungguhnya membutuhkan keteladanan dari para pendahulunya,
baik konsistensi, integritas dan maupun komitmen ideologis. Generasi sebelumnya
harusnya menyadari bahwa pemuda bukanlah setumpuk daging yang hanya bisa melihat
namun juga dapat menilai dan merasa.
Inilah
sekelumit kondisi pemuda hari ini yang gerut wajah dan semangatnya membutuhkan
perhatian yang lebih dari semua pihak, sehingga jika kita bertanya (dimana) dan
(kemana) pemuda Donggala ??? maka secara serempak dapat menjawabnya “ada
disini” dan “dan siap bekerja untuk Donggala!!!”.
Wallahu a’lam bissawab.